PT RADIO NUANSA FM BOJONEGORO

PT RADIO NUANSA FM BOJONEGORO

PT RADIO NUANSA FM BOJONEGORO


Selasa, 09 Desember 2025

Demam Naik Turun Tak Kunjung Reda, Waspadai Fase Demam Berdarah

Demam Naik Turun Tak Kunjung Reda, Waspadai Fase Demam Berdarah

Selasa, 9 Desember 2025

Demam naik turun adalah kondisi ketika suhu tubuh tidak stabil dan bisa menandakan infeksi, termasuk demam berdarah.


Demam naik turun adalah kondisi ketika suhu tubuh seseorang mengalami peningkatan dan penurunan secara berkala.

Kondisi ini seringkali membuat khawatir, karena bisa menjadi indikasi adanya masalah kesehatan yang perlu segera ditangani.

Yuk, bahas lebih lanjut mengenai demam naik turun, termasuk fase demam pada penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan penyebab lainnya.

Apa Itu Demam Naik Turun?

Demam naik turun adalah kondisi di mana suhu tubuh seseorang tidak stabil, kadang tinggi dan kadang kembali normal atau bahkan di bawah normal.

Demam sendiri merupakan respons alami tubuh terhadap infeksi atau peradangan. Suhu tubuh normal biasanya berada di sekitar 36,5–37,5 derajat Celsius. Ketika demam, suhu tubuh bisa naik hingga 38 derajat Celsius atau lebih.

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, demam adalah kondisi ketika suhu tubuh mencapai 38 derajat Celsius atau lebih. Demam bisa menjadi tanda adanya infeksi virus, bakteri, atau parasit dalam tubuh.

Fase Demam pada DBD (Demam Berdarah Dengue)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Demam pada DBD memiliki karakteristik yang khas, yaitu pola naik turun yang seringkali membingungkan.

Berikut adalah fase demam pada DBD yang perlu diketahui:

  1. Fase Demam Tinggi (1-3 hari): Pada fase ini, pengidap akan mengalami demam tinggi yang bisa mencapai 39-40 derajat Celsius. Demam biasanya muncul secara tiba-tiba dan disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, nyeri otot dan sendi, serta mual.
  2. Fase Kritis (3-7 hari): Setelah beberapa hari, demam mungkin mulai turun, tetapi ini bukan berarti pengidap sudah sembuh. Fase ini justru merupakan fase kritis, di mana risiko terjadinya komplikasi seperti perdarahan dan syok meningkat. Penting untuk tetap memantau kondisi pengidap secara ketat selama fase ini.
  3. Fase Pemulihan (7-10 hari): Jika pengidap berhasil melewati fase kritis, demam akan benar-benar mereda dan kondisi tubuh berangsur membaik. Pada fase ini, nafsu makan mulai kembali dan tenaga mulai pulih.

Penyebab Lain Demam Naik Turun

Selain DBD, demam naik turun juga bisa disebabkan oleh berbagai penyakit lain, di antaranya:

  • Tifus (Demam Tifoid): Infeksi bakteri Salmonella typhi yang menyebabkan demam tinggi berkepanjangan, nyeri perut, dan gangguan pencernaan.
  • Malaria: Infeksi parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Gejala meliputi demam tinggi, menggigil, dan sakit kepala.
  • Infeksi Saluran Kemih (ISK): Infeksi bakteri pada saluran kemih yang dapat menyebabkan demam, nyeri saat buang air kecil, dan sering buang air kecil.
  • Influenza (Flu): Infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan. Gejala meliputi demam, pilek, batuk, dan sakit tenggorokan.
  • Infeksi Virus Lainnya: Berbagai infeksi virus seperti campak, rubella, dan cacar air juga dapat menyebabkan demam naik turun.

Gejala Penyerta Demam Naik Turun yang Perlu Diperhatikan

Demam naik turun seringkali disertai dengan gejala lain yang dapat membantu mengidentifikasi penyebabnya. Beberapa gejala penyerta yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Sakit kepala
  • Nyeri otot dan sendi
  • Mual dan muntah
  • Diare atau konstipasi
  • Ruam pada kulit
  • Sakit tenggorokan
  • Batuk dan pilek
  • Menggigil
  • Kelelahan

Jika mengalami demam naik turun disertai dengan gejala-gejala di atas, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.

Kapan Harus ke Dokter?

Meskipun demam adalah respons alami tubuh, ada beberapa kondisi di mana perlu segera mencari pertolongan medis.

Segera periksakan diri ke dokter jika:

  • Demam mencapai 40 derajat Celsius atau lebih.
  • Demam disertai dengan kejang.
  • Demam disertai dengan kesulitan bernapas atau nyeri dada.
  • Demam disertai dengan sakit kepala parah, leher kaku, atau sensitivitas terhadap cahaya.
  • Demam disertai dengan ruam yang menyebar dengan cepat.
  • Demam tidak membaik setelah beberapa hari.

Terutama pada anak-anak, demam yang tinggi atau disertai gejala lain yang mengkhawatirkan harus segera diperiksakan ke dokter.

Cara Menurunkan Demam di Rumah

Sebelum mencari pertolongan medis, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan demam di rumah:

  • Istirahat yang cukup: Istirahat membantu tubuh untuk fokus melawan infeksi.
  • Kompres air hangat: Kompres dahi atau ketiak dengan air hangat dapat membantu menurunkan suhu tubuh.
  • Minum banyak cairan: Demam dapat menyebabkan dehidrasi, sehingga penting untuk minum banyak air putih, jus buah, atau kaldu.
  • Mandi air hangat: Mandi air hangat dapat membantu menurunkan suhu tubuh secara perlahan.
  • Obat penurun demam: Jika diperlukan, dapat mengonsumsi obat penurun demam yang dijual bebas seperti paracetamol atau ibuprofen. Selalu baca aturan pakai dan konsultasikan dengan dokter atau apoteker jika memiliki kondisi medis tertentu.

Pencegahan Demam Naik Turun

Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena demam naik turun antara lain:

  • Menjaga kebersihan diri: Cuci tangan secara teratur dengan sabun dan air mengalir, terutama setelah beraktivitas di tempat umum atau sebelum makan.
  • Mengkonsumsi makanan bergizi: Makanan bergizi membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
  • Istirahat yang cukup: Istirahat yang cukup membantu menjaga daya tahan tubuh tetap optimal.
  • Vaksinasi: Vaksinasi dapat melindungi dari beberapa penyakit yang menyebabkan demam, seperti influenza dan campak.
  • Mencegah gigitan nyamuk: Gunakan kelambu saat tidur, gunakan obat nyamuk, dan hindari berada di tempat-tempat yang banyak nyamuk.

Sumber : halodoc.com

Senin, 08 Desember 2025

Ketahui 5 Jenis Aditif yang Biasa Ditambahkan pada Makanan

Ketahui 5 Jenis Aditif yang Biasa Ditambahkan pada Makanan

Senin, 8 Desember 2025

Zat aditif adalah bahan tambahan pada makanan untuk mengawetkan, menguatkan rasa dan mempercantik tampilan masakan.


Zat aditif adalah bahan tambahan yang dimasukkan ke dalam makanan selama proses memasak. Fungsinya memperlambat proses pembusukan makanan, menjaga nilai gizi dan membuat tekstur kue jadi lebih empuk.

Zat aditif seperti MSG, pewarna buatan, natrium nitrit, guar gum dan sirup jagung tinggi fruktosa umum digunakan dalam beberapa jenis makanan. Beberapa di antaranya snack atau ciki, mie instan dan makanan siap saji.

Batasan jumlah harian zat aditif yang masuk ke dalam tubuh sebesar 120 miligram per kilogram berat badan. Kalau berlebihan, efek keracunan, kerusakan saraf, kejang-kejang, kelainan pertumbuhan, bahkan kemandulan bisa saja terjadi.

Jenis-Jenis Zat Aditif untuk Makanan

1. Monosodium glutamat (MSG)

MSG adalah contoh zat aditif yang digunakan untuk memberikan rasa gurih pada makanan. Bahan ini kerap dicampurkan pada makanan beku, daging olahan, mie instan, keripik, sup kalengan dan hidangan siap saji.

Tak hanya meningkatkan cita rasa saja, MSG juga mengandung lebih sedikit natrium ketimbang garam. Karena itu, penggunaan zat aditif ini tidak memberikan efek peningkatan tekanan darah pada pengidap hipertensi.

Namun, jika dikonsumsi secara berlebihan, MSG dikaitkan dengan penambahan berat badan dan sindrom metabolik (sekelompok gangguan yang terjadi bersamaan). 

Sindrom metabolik meningkatkan risiko penyakit kronis, termasuk sakit jantung, stroke dan diabetes tipe 2. Dalam kondisi ini, tubuh memberikan sinyal berupa sakit kepala, berkeringat dan mati rasa.

2. Pewarna makanan

Pewarna makanan membuat tampilan hidangan jadi lebih menarik, mempertajam  hingga memberikan variasi warna. Zat aditif ini tak hanya digunakan dalam makanan saja, tapi juga minuman.

Jika dikonsumsi berlebihan, zat aditif ini berdampak pada alergi, insomnia, kerusakan kromosom, rusaknya sel saraf, kanker, gangguan hiperaktif pada anak dan iritasi saluran pencernaan.

Untuk menghindari beberapa dampak yang disebutkan tadi, kamu disarankan untuk menggunakan pewarna alami dari sayuran atau buah-buahan. Beberapa di antaranya daun pandan, daun suji, delima, buah naga dan bit.

3. Natrium nitrit

Zat aditif ini sering digunakan pada daging olahan guna mencegah pertumbuhan bakteri sekaligus menambahkan rasa asin. Namun, dampaknya bisa terjadi jika makanan terkena suhu panas.

Suhu panas memicu terbentuknya asam amino dalam makanan. Proses ini membuat natrium nitrit berubah menjadi senyawa nitrosamin. Senyawa inilah yang menimbulkan efek negatif pada tubuh.

Beberapa dampaknya termasuk peningkatan risiko kanker pada perut, payudara, kandung kemih dan usus besar. Selain beberapa jenis kanker, nitrosamin juga dikaitkan dengan risiko diabetes tipe 1.

4. Guar gum

Zat aditif ini tersusun dari banyak rangkaian gula seperti pati, kitin dan selulosa. Guar gum umum dipakai sebagai pengental tekstur makanan. Beberapa di antaranya es krim, saus salad dan krim sup.

Zat aditif ini mengandung tinggi serat yang dapat mengurangi intensitas gejala sindrom iritasi usus seperti kembung dan sembelit. Guar gum juga memberikan rasa kenyang lebih lama sehingga nafsu makan jadi lebih terkontrol.

Namun, mengonsumsi guar gum dalam jumlah berlebihan memberikan efek buruk pada kesehatan. Zat aditif ini berpotensi menyebabkan masalah seperti penyumbatan pada kerongkongan dan usus kecil.

5. Sirup jagung tinggi fruktosa

Seperti namanya, zat aditif ini terbuat dari jagung dan sering ditemukan pada soda, jus, permen, sereal sarapan dan makanan ringan. Di dalamnya mengandung gula sederhana yang disebut fruktosa.

Dalam jumlah berlebihan, fruktosa dikaitkan dengan peningkatan berat badan dan risiko diabetes. Zat aditif ini menyebabkan penumpukan lemak perut dan kadar gula darah dalam tubuh.

Bahaya Zat Aditif untuk Kesehatan

Meskipun diizinkan dalam industri makanan, konsumsi zat aditif berlebihan tetap dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh.

Risiko ini sangat dipengaruhi oleh frekuensi konsumsi, kondisi kesehatan, hingga usia seseorang. Berikut bahaya yang mungkin muncul:

  • Gangguan metabolik dan peningkatan berat badan
    Zat aditif seperti MSG dan sirup jagung tinggi fruktosa dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, resistensi insulin, dan sindrom metabolik, yang dapat memicu penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
  • Risiko kanker
    Nitrosamin yang terbentuk dari natrium nitrit ketika terkena panas berpotensi meningkatkan risiko beberapa jenis kanker, termasuk kanker lambung, kandung kemih, payudara, dan usus besar.
  • Kerusakan saraf dan otak
    Pewarna buatan dan beberapa bahan tambahan diketahui dapat memengaruhi sistem saraf, terutama pada anak-anak. Reaksi seperti hiperaktif, gangguan belajar, atau masalah fokus sering dikaitkan dengan konsumsi berlebihan.
  • Iritasi saluran pencernaan
    Pewarna sintetis dan pengental tertentu dapat memicu iritasi lambung, diare, atau kembung. Pada beberapa orang, zat aditif dapat menyebabkan alergi makanan yang ditandai dengan gatal, bengkak, atau ruam.
  • Gangguan fungsi organ
    Konsumsi jangka panjang zat aditif tertentu dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal, terutama jika dikonsumsi dalam jumlah melampaui batas aman harian (120 mg/kg berat badan).
  • Risiko penyumbatan pencernaan
    Guar gum yang dikonsumsi berlebihan berpotensi menyebabkan penyumbatan pada kerongkongan atau usus kecil, terutama jika tidak diimbangi dengan asupan cairan yang cukup.

Karena risiko-risiko ini dapat muncul secara bertahap, penting bagi kamu untuk membaca label makanan, membatasi konsumsi produk olahan, dan lebih banyak memilih bahan segar dalam menu harian.

Alternatif Bahan yang Lebih Aman

Meskipun zat aditif umum dipakai untuk meningkatkan cita rasa, warna, atau daya simpan makanan, kamu tetap bisa memilih alternatif yang lebih aman, terutama jika ingin meminimalkan risiko kesehatan jangka panjang.

Sejumlah bahan alami berikut dapat menggantikan fungsi zat aditif buatan tanpa memberikan efek samping berlebihan:

  • Penyedap rasa alami
    Daripada menggunakan MSG berlebihan, kamu bisa memilih kaldu ayam atau sapi rumahan, jamur, rumput laut, bawang putih, bawang merah, atau tomat. Bahan-bahan ini mengandung glutamat alami yang memberikan rasa gurih tanpa risiko berlebih.
  • Pewarna alami
    Warna-warna menarik bisa kamu dapatkan dari bahan segar seperti daun suji dan pandan (hijau), buah naga dan bit (merah), kunyit (kuning), dan bunga telang (biru). Selain aman, warna alami juga menambah nilai gizi.
  • Pengawet alami
    Cuka, garam, gula, lemon, dan madu sudah digunakan sebagai pengawet sejak lama. Senyawa antioksidan di dalamnya membantu memperlambat proses pembusukan makanan tanpa menambah risiko kanker atau kelainan sel.
  • Pengental alami
    Tepung maizena, tepung tapioka, agar-agar, gelatin, dan chia seed dapat digunakan sebagai pengental makanan. Selain aman, sebagian juga menawarkan manfaat kesehatan, seperti serat yang membantu pencernaan.
  • Pemanis alami
    Jika ingin menghindari sirup jagung tinggi fruktosa, kamu bisa memilih madu murni, gula kelapa, kurma, atau maple syrup. Meski tetap harus dibatasi, alternatif alami tidak memberikan efek merusak metabolisme sekeras fruktosa dalam jumlah tinggi.

Dengan menggunakan bahan-bahan alami ini, kamu dapat mengurangi paparan zat aditif sintetis dan meminimalkan risiko gangguan kesehatan jangka panjang.


Sumber : halodoc.com