Kamis, 30 Mei 2019 18:00:04
Bahkan, riset tahun lalu dengan peneliti yang sama mengungkapkan paparan ruang hijau berkorelasi dengan perubahan struktural otak anak yang sedang berkembang.
Menurut pemimpin riset, Mark Nieuwenhuijsen, secara umum, otak manusia masih terhubung dengan momen ketika dirinya masih tinggal di lingkungan yang dekat dengan alam.
Namun, otak manusia tidak benar-benar melakukan penyesuaian ketika tinggal di kota, yang umumnya minim ruang hijau.
"Itu menciptakan semacam stres, dan khususnya, ada banyak perkembangan otak yang terjadi pada usia muda," ucap dia.
Dengan kata lain, tatanan kota yang umumnya minim ruang hijau dapat membahayakan kesehatan mental generasi mendatang.
Karena itu, para peneliti di Institute for Global Health menyarankan kepada para pembuat kebijakan untuk memastikan ruang-ruang alami bagi anak-anak, dan halaman sekolah hijau.
Bahkan, mungkin diciptakan kurikulum alam ketika kota-kota kian berkembang.
Menurut data Pusat Penelitian dan Kependudukan, sejak tahun 2007 jumlah penduduk kota di dunia lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk desa.
Bahkan di tahun 2014, 54 persen penduduk dunia tinggal kota.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 di Indonesia, proporsi jumlah penduduk kota sebesar 49,7 persen.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 27,3 persen dibandingkan dengan hasil sensus penduduk 30 tahun sebelumnya.
Padahal, dengan meningkatnya kota-kota dan menyempitnya alam, menyisihkan sedikit ruang hijau bisa menjadi sangat penting bagi kesehatan untuk jangka panjang.
*Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar