Jum'at, 17 Januari 2020 19:10:06
Setiap orang tua ingin anak-anak mereka merasa percaya diri dan nyaman dengan diri mereka sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang percaya diri performa sekolah meningkat, tahan banting, dan memiliki pertemanan yang sehat.
Amy Morin adalah seorang psikoterapis dan instruktur di Northeastern University dalam penelitian yang telah dibukukan menjabarkan 7 hal terkesan baik yang biasa dilakukan para orang tua, yang justru menjadi bumerang bagi perkembangan kepercayaan diri anak di kemudian hari.
1. Membiarkan anak lepas dari tanggung jawab rumah
Banyak orang tua yang membiarkan anaknya lepas dari tanggung jawab di rumah gara-gara kasihan PR dari sekolah sudah menumpuk.
Padahal, melakukan tugas yang sesuai dengan usia membantu mereka merasakan penguasaan dan pencapaian. Memberikan tanggung jawab merupakan kesempatan bagi anak-anak untuk melihat diri mereka, apakah mereka mampu dan kompeten menyelesaikan tugasnya. Mulailah dari hal sederhana seperti membantu mencuci pakaian, menyapu halaman, atau membuang sampah.
2. Mencegah mereka melakukan kesalahan
Sulit melihat anak Anda gagal, ditolak atau membuat kekacauan begitu banyak orangtua yang kerepotan berusaha menyelamatkan anaknya sebelum mereka jatuh.
Tetapi mencegah mereka dari membuat kesalahan sama artinya dengan merampas kesempatan mereka untuk belajar bagaimana untuk bisa bangkit kembali. Kesalahan bisa menjadi guru terbesar dalam hidup. Masing-masing adalah kesempatan bagi mereka untuk membangun kekuatan mental yang mereka butuhkan untuk menjadi lebih baik di waktu berikutnya.
3. Melindungi anak dari emosi yang terjadi
Sebagian besar orang tua sangat ingin menghibur anak-anaknya ketika mereka sedih atau menenangkan mereka ketika mereka sedang marah. Tetapi bagaimana kita bereaksi terhadap emosi anak-anak kita memiliki dampak besar pada perkembangan kecerdasan emosional dan harga diri mereka.
Bantu anak-anak Anda mengidentifikasi apa yang memicu emosi mereka dan mengajari mereka cara mengatur diri sendiri. Bantu untuk menjelaskan perasaan mereka sehingga mereka akan lebih mudah berurusan dengan emosi-emosi itu dengan cara yang sesuai secara sosial di masa depan.
4. Menciptakan mentalitas “korban”
Mengatakan hal-hal seperti "kami tidak mampu membeli sepatu baru seperti anak-anak lain karena kami berasal dari keluarga yang tidak mampu", sama saja dengan mengatakan pada anak Anda bahwa sebagian besar keadaan kehidupan terjadi di luar kendali mereka. Mereka lalu menyalahkan keadaan.
Anak-anak yang mengenali pilihan mereka dalam hidup merasa lebih percaya diri dalam kemampuan mereka untuk menciptakan masa depan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri.
Alih-alih membiarkan anak-anak Anda minta dikasihani atau membesar-besarkan kemalangan mereka, dorong mereka untuk mengambil tindakan positif, misalnya berjualan sesuatu sehingga mereka dapat menabung untuk membeli barang yang mereka inginkan atau butuhkan.
5. Terlalu protektif
Menjaga mereka terisolasi dari tantangan menghambat perkembangan mereka.
Tempatkan diri anda sebagai pemandu, bukan pelindung. Biarkan anak-anak Anda mengalami kehidupan, bahkan ketika itu menakutkan untuk dihadapi. Anda akan memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan pada kemampuan mereka untuk menghadapi apa pun yang terjadi dalam hidup mereka.
6. Mengharapkan kesempurnaan
Harapan yang tinggi itu boleh-boleh saja, tetapi terlalu banyak berharap memiliki konsekuensi juga lho, Moms. Ketika anak-anak melihat harapan terlalu tinggi, mereka mungkin tidak akan berusaha keras mencoba atau mereka mungkin merasa seolah-olah ah, mereka tidak akan pernah berhasil.
Sebaliknya, berikan harapan yang jelas untuk jangka panjang dan tetapkan tonggak sejarah di sepanjang jalan. Misalnya, kuliah merupakan harapan jangka panjang, jadi bantu mereka menciptakan tujuan jangka pendek di sepanjang jalan, seperti mendapatkan nilai bagus, mengerjakan pekerjaan rumah, membaca, dan sebagainya sehingga yakin tujuan jangka panjang tercapai.
7. Menghukum, bukannya mendisiplinkan
Anak-anak perlu belajar bahwa beberapa tindakan mengarah pada konsekuensi serius. Tetapi ada perbedaan besar antara disiplin dan hukuman. Anak-anak yang disiplin yang sedang melakukan kesalahan akan berpikir, "Saya membuat pilihan yang buruk." Anak-anak yang dihukum berpikir, "Saya orang jahat."
Dengan kata lain, disiplin memberi anak Anda kepercayaan diri bahwa mereka dapat membuat pilihan yang lebih cerdas, lebih sehat di masa depan, sementara hukuman membuat mereka berpikir mereka tidak mampu melakukan yang lebih baik.
Jadi jangan hukum mereka, tapi bangunkan mereka tepat pukul 05.00 setiap hari untuk berdoa dan berolahraga sebelum mereka berangkat sekolah. Jika dia malas, bangunkan lagi esok hari, tepat pukul 05.00.
*Sumber: kumparan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar