Jum'at, 31 Januari 2020 17:00:50
Selamat datang di dunia remaja masa kini: dunia di mana media sosial tampak begitu menggoda. Hiburan dan informasi berpadu dengan pertemanan–dan mungkin--asmara, membuat segala hal seolah bisa dikendalikan dari genggaman. Tidak ada lagi kata bosan, ketinggalan zaman, tidak punya teman, karena media sosial menawarkan semuanya. Tentu saja, hal ini membuat Anda sebagai orang tua khawatir remaja terlalu asyik dengan dunia maya hingga tidak mendapatkan gambaran tentang dunia yang sebenarnya.
Padahal, menjauhkan anak dari media sosial jelas tidak mungkin sementara kakek neneknya saja punya Facebook. Mengawasi anak 24 jam terdengar tidak realistis, begitu juga membatasi penggunaan gadget jika mereka sudah memiliki ponsel sendiri. Lagipula, media sosial tidak selamanya negatif, tergantung dari bagaimana cara remaja menggunakannya. Karena itu, lebih bijak rasanya jika Anda membekali remaja terlebih dahulu dengan informasi dasar mengenai media sosial sebelum mereka lebih fasih menggunakannya daripada Anda.
Pengetahuan teknis tentang penggunaan media sosial secara bijak untuk anak sebetulnya bisa diperoleh dengan mudah di internet, termasuk panduan berbentuk e-booklet, dan informasi yang didapat melalui kelas online dan seminar. Sayangnya, orang tua terkadang lupa menjelaskan tentang apa itu media sosial, mengapa ia begitu susah dilepaskan dari kehidupan sehari-hari (mungkin Anda juga!) dan mengapa terlalu lama bermedia sosial bisa membahayakan?
Karena itu, berikut ini informasi dasar yang sebaiknya Anda diskusikan sebelum memberi anak lampu hijau untuk memiliki akun media sosial sendiri:
1. Media sosial tidak menampakkan hidup orang yang sebenarnya
Orang bisa memilih ingin menunjukkan sisi apa dari dirinya dan menyembunyikan sisi lainnya. Jadi, berikan pemahaman pada remaja agar tidak mudah iri dan tidak percaya diri hanya karena temannya terlihat lebih baik. Karena itu, gunakan media sosial seperlunya dan perbanyak aktivitas fisik.
2. Usia pengguna minimal 13 tahun
Mengapa? Karena penelitian membuktikan bahwa dibutuhkan 12 tahun bagi seorang anak untuk menyempurnakan logika berpikirnya. Di bawah usia 12 tahun, sulit bagi seorang anak untuk memahami dampak dari keputusan yang ia ambil bagi dirinya dan orang lain, baik secara online maupun secara nyata. Jadi, jangan karena anak sudah mahir mengoperasikan gadget lantas Anda dengan mudahnya membuatkan akun media sosial dengan cara memanipulasi usia anak. Selain mengajarkan anak bahwa berbohong itu tidak masalah, Anda juga secara tidak langsung menghadapkan remaja pada risiko cyberbullying dan pelecehan seksual.
3. Anak harus berhati-hati dalam membagikan informasi
Info apa pun yang dibagikan, baik itu data pribadi, foto, tulisan, akan memiliki jejak digital yang tidak bisa dihapus. Remaja bisa beralasan bahwa ia memiliki akun privat, namun bukan tidak mungkin temannya melakukan cuplikan layar (screenshot) dan menyebarkannya di luar lingkaran pertemanan si anak. Jadi, lebih baik berpikir ulang sebelum mengunggah sesuatu dan menghindari menjelekkan orang lain melalui media sosial.
4. Jangan mudah percaya orang asing di media sosial
Meskipun remaja dengan usia lebih matang (misal SMA) seharusnya bisa berpikir lebih logis daripada remaja usia SD atau SMP, namun bagian otak remaja yang berperan dalam pengambilan keputusan masih belum terbentuk sempurna. Karena itu, ada baiknya orang tua tidak lelah mengingatkan anak untuk tetap berhati-hati dalam menanggapi orang baru yang mereka kenal di dunia maya karena informasi di dunia maya bisa dipalsukan.
5. Bisa menimbulkan adiksi/kecanduan
Mark D Griffiths, Ph.D, psikolog di Trent University, melakukan sejumlah penelitian yang mengungkapkan alasan mengapa orang bisa sangat mencintai media sosial.
Pertama, media sosial mampu menciptakan sense of belonging atau perasaan memilki. Bagi remaja, sense of belonging ini muncul ketika ia memiliki komunitas di media sosial, begitu juga dengan teman-teman atau orang lain yang memiliki kesamaan. Melalui media sosial, remaja mendapatkan identitas yang mungkin tidak langsung ditemukannya di dalam kehidupan nyata.
Kedua, media sosial memberikan kesempatan penggunanya untuk menciptakan image seperti yang diinginkannya. Jika remaja tidak puas dengan dirinya, ia bisa menunjukkan sisi dirinya yang diinginkannya di dunia maya. Karena itu, remaja bisa ketagihan berinteraksi di media sosial apalagi jika orang meresponsnya lebih positif di sana.
6. Media sosial bisa membahagiakan, namun juga bisa menghancurkan
Karena seringnya media sosial dan pertemanan remaja di dunia nyata berhubungan, peringatkan anak akan bahayanya mengunggah konten negatif karena dapat memengaruhi relasinya dengan teman-temannya di sekolah. Bukan tidak mungkin, tindakan yang membahayakan bisa viral dan membuat anak berurusan dengan hukum. Agar anak dapat lebih smart dalam bermedia sosial, baca artikel ini.
*Sumber: kumparan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar