Rabu, 08 Juli 2020 18:43:52
Memakai masker wajah saat berada di luar rumah merupakan langkah terbaik yang dapat kita lakukan untuk memperlambat penyebaran virus corona.
Namun, mitos seputar masker wajah beredar di media sosial. Orang-orang khawatir jika masker wajah akan menurunkan kadar oksigen atau memicu keracunan karbon dioksida.
Sebagian lainnya khawatir akan mengembangkan infeksi bakteri dari masker yang lembap, penuh keringat, atau melemahkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan pilek.
Namun bila kamu termasuk yang ragu, para profesional kesehatan telah mengklarifikasi persepsi yang keliru ini di media sosial.
Seorang dokter di South Carolina, AS menentang gagasan bahwa "kadar oksigen turun secara dramatis saat mengenakan masker."
Dr. Megan Hall menguji saturasi oksigen dan detak jantung menggunakan pulse oximeter dalam empat situasi selama lima menit sekaligus.
Pertama, ia tidak mengenakan masker, kemudian memakai masker bedah, menggantinya dengan masker N95, dan skenario terakhir, ia memakai masker N95 dan masker bedah.
"Tidak ada perubahan signifikan dalam saturasi oksigen saya pada skenario apa pun. Meski tidak nyaman bagi sebagian orang, kita masih bisa bernapas," kata Dr. Hall di Facebook.
Mitos yang keliru
Mengenakan masker masih menjadi cara terbaik untuk memperlambat penyebaran Covid-19. Masker bekerja dengan menyaring dan menekan partikel udara.
Jika seseorang terinfeksi tetapi tidak memiliki gejala atau asimptomatik, partikel-partikel dari mulut, hidung dan tenggorokan keluar ketika mereka bernapas dan menyebar dalam jarak sekitar 1,5 meter.
Masker menghalau beberapa partikel agar tidak menyebar bebas, sekaligus mendorong udara ke bawah, bukan keluar.
"Orang normal dan sehat dapat melakukan hal yang sangat energik sambil mengenakan semacam penutup wajah yang telah kita bicarakan dalam konteks pencegahan Covid-19."
Begitu kata Dr. William Schaffner, profesor penyakit menular di Vanderbilt University di Nashville dan direktur medis National Foundation of Infectious Diseases, kepada Today.
"Jika tidak aman, maka masker tidak akan direkomendasikan oleh CDC, departemen kesehatan negara bagian atau lokal."
Liam Sullivan, spesialis penyakit menular di Spectrum Health di Grand Rapids, Michigan, AS, mengatakan jika masker berbahaya, akan ada lebih banyak kasus perawat dan dokter di kamar operasi yang sakit.
"Saya tidak melihat mereka meninggal dunia karena kekurangan oksigen atau terlalu banyak karbon dioksida," katanya kepada Today.
Kirsten Koehler, profesor di bidang kesehatan dan teknik lingkungan di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Baltimore, Maryland, juga setuju akan hal itu.
"Studi ilmiah menunjukkan tidak ada perubahan nyata dalam kadar CO2 atau kadar oksigen dari memakai masker bedah. Dan masker kain memiliki perpindahan gas yang lebih baik," katanya.
"Itu bukan sesuatu yang saya khawatirkan sama sekali. Bisa jadi orang-orang merasa panas saat mengenakan masker atau mungkin juga terlalu kepanasan."
Schaffner menduga, orang khawatir tentang penggunaan masker karena sulit bernapas.
"Jika mereka memakai masker dengan benar, memang bernapas sedikit lebih sulit. Tapi itu berarti masker bertindak sebagai filter," ujar Schaffner.
"Jika kita harus menghirup udara dan melepaskannya dari filter, dibutuhkan sedikit usaha lebih."
Beberapa orang mengatakan mereka tidak bisa memakai masker karena asma atau penyakit paru obstruktif kronis.
Namun, para ahli menduga banyak orang yang mengalami gangguan fungsi paru-paru lebih bersedia memakai masker.
"Sebagian besar orang dengan penyakit paru-paru akan memakai masker karena mereka tahu jika mereka terkena virus ini, mereka berisiko sangat tinggi untuk terkena komplikasi serius," kata Sullivan.
"Terkadang saat mereka mengenakan masker, mereka bisa sedikit sulit bernapas."
Bagaimana dengan pendapat bahwa memakai masker selama cuaca hangat dapat menjadi lembap karena keringat, namun tidak menyebabkan infeksi bakteri.
"Tidak ada bukti untuk itu," kata Schaffner.
"Di udara panas yang lembap karena musim panas, masker bisa penuh keringat. Jika kita memiliki masker kain, kita bisa mencucinya. Jika kita memakai masker bedah, kita harus menggunakan yang baru."
Koehler menyarankan orang-orang untuk meletakkan masker kain yang lembap ke dalam kantong kertas supaya kering dan mencucinya setiap hari.
Sullivan mengatakan, sistem kekebalan bekerja dengan memori kekebalan, yang terjadi ketika tubuh bertemu bakteri atau virus dan merespon. Tetapi masker tidak mencegah terjadinya hal itu.
"Saya bisa menjamin, mengenakan masker sesaat atau bahkan sepanjang hari tidak akan melemahkan sistem kekebalan kita," katanya.
Alasan orang tidak mau memakai masker
Alasan paling umum orang tidak ingin memakai masker adalah karena alasan psikologis, masker membuat orang menjadi aneh.
"Masker bisa membuat tidak nyaman. Saya bukannya tidak setuju dengan itu," kata Sullivan. Koehler mengungkap alasan para ahli merekomendasikan jarak sosial dan mencuci tangan terlebih dahulu.
"Kami menempatkan masker --apa yang disebut alat pelindung diri-- sebagai upaya terakhir dan seperti yang saya kira, sebagian besar dari kita menyadari masker sangat tidak nyaman," katanya.
Orang-orang di negara-negara Barat tidak terbiasa memakai masker.
"Ini jelas bukan norma sosial," kata Schaffner.
Masker juga telah menjadi isu politik dan membuat sebagian orang cenderung tidak ingin memakainya.
Namun, para ahli menekankan virus tidak peduli dengan politik. "Virus corona menginfeksi semua orang," kata Schaffner.
"Virus tidak peduli tentang perang budaya dan tidak peduli tentang kebebasan kita," katanya.
"Mengenakan masker adalah tentang menjadi manusia, peduli dengan sesama manusia dan menghormati seluruh manusia," tutur Sullivan.
*Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar