Senin, 09 November 2020 18:20:34
Ketika kita memiliki waktu senggang, biasanya kita mengaktifkan ponsel dan membuka media sosial.
Berbagai
unggahan dari teman dan kerabat pun kita lihat. Misalnya, seorang teman
yang update status bahwa dia baru saja membeli mobil baru.
Scroll ke bagian bawah, kita menyaksikan rekan kerja kita membicarakan politik dan menyudutkan salah satu kubu.
Kemudian, ada juga unggahan dari tetangga kita yang menikmati liburan di tempat menawan.
Atau, saudara kita yang mengunggah foto di mana ia berhasil menurunkan berat badan lewat diet yang dijalaninya.
Semua unggahan itu dapat membuat kita frustasi akan banyak hal.
Kita
mulai memikirkan karier yang tidak pasti, jengah dengan topik seputar
politik, kesal tak dapat menikmati liburan, atau iri karena diet yang
kita terapkan tidak berhasil.
Apa yang ditampilkan di media
sosial semuanya tampak sempurna. Wajar jika kita merasa terpuruk setelah
melihat berbagai unggahan dari teman atau kerabat kita dan
membandingkan dengan kondisi kita.
Lalu, adakah cara untuk berhenti mengakses media sosial?
Terapis
kesehatan perilaku Jane Pernotto Ehrman, MEd, RCHES, ACHT, menjelaskan
cara memiliki hubungan sehat dengan media sosial, serta tanda kita perlu
break atau berhenti bermain media sosial.
1. Sejauh mana media sosial bisa dikatakan sehat?
Media sosial memainkan peran besar dalam kehidupan manusia di era modern, dan banyak hal positif yang bisa didapat.
Selain itu, media sosial dapat menjadi sarana kita untuk terhubung dengan orang-orang yang jarang kita temui.
Akan tetapi, kita juga tahu media sosial bisa memicu depresi, kesepian, kecemasan, dan harga diri yang rendah.
Menurut
studi yang diterbitkan di guilfordjournals.com, membatasi penggunaan
media sosial hingga 30 menit sehari dapat memperbaiki kesehatan mental
dan kesejahteraan.
Partisipan dalam studi tersebut melaporkan
adanya penurunan depresi dan kesepian di saat mereka membatasi waktu
berselancar di media sosial.
Masalahnya, ada banyak perbandingan
yang terjadi di platform media sosial. Bagi beberapa orang, melihat
caption atau unggahan foto tertentu bisa membuat mereka sedih.
"Media sosial menarik perhatian kita," kata Ehrman.
"Kita menilai, membandingkan, dan membayangkan apa yang kita lihat secara online, jadi kita tidak sepenuhnya menjalani hidup."
"Kita terjebak di dunia virtual yang tidak sama seperti apa yang terlihat," tambah dia.
Manfaat membatasi media sosial tidak langsung terlihat dalam semalam.
Dari studi yang diterbitkan di guilfordjournals.com, terungkap bahwa
seseorang butuh waktu sekitar tiga minggu untuk mendapat keuntungan dari
mengurangi paparan media sosial.
Kita tidak harus benar-benar
berhenti bermain media sosial, tapi melakukan rehat atau detoksifikasi
media sosial sementara waktu bisa jadi pertimbangan.
2. Detoksifikasi media sosial
Detoksifikasi media sosial pada dasarnya adalah berhenti sejenak dari media sosial.
Tentukan berapa lama kita membatasi akses media sosial, dan platform apa saja yang harus kita batasi.
Kita bisa mengumumkannya di media sosial supaya teman atau kerabat kita mengetahuinya.
Jika enggan melakukan hal tersebut, kita dapat langsung berhenti mengakses media sosial.
Detoksifikasi
media sosial bisa berbagai macam, seperti menghapus salah satu aplikasi
atau berhenti mengikuti akun yang membuat kita mempertanyakan harga
diri kita.
Bisa jadi kita berusaha menghindari semua platform media sosial selama satu bulan.
Atau, kita tetap mengakses media sosial dalam waktu terbatas, yaitu 30 menit sehari.
"Menjauh dari media sosial adalah cara tepat untuk mendapatkan gambaran lebih baik tentang realita," kata Ehrman.
"Tindakan
itu baik bagi kesehatan mental dan sosial kita, tetapi tidak harus
selamanya. Intinya, kita menjadi lebih sadar akan realita."
3. Tanda kita perlu membatasi paparan media sosial
a. Tidak bisa berhenti membandingkan
Media sosial biasanya dianggap sebagai gambaran utama kehidupan seseorang.
Namun, jangan sampai hal itu membuat kita tidak mampu atau tidak puas dengan kehidupan kita.
Hal-hal
negatif seperti perceraian, kesedihan, dan kesulitan juga terjadi di
hidup mereka, namun tentu saja mereka tidak akan mengunggahnya.
Jika
kita kesulitan menyadari tidak ada orang yang sempurna di dunia ini,
mungkin sudah saatnya kita istirahat dari media sosial.
b. Mulai menggulir media sosial tanpa sadar
Ada sesuatu tentang media sosial yang bisa menghibur, kata Ehrman.
Namun, jika kita mulai menggulir media sosial secara tidak sadar, itu
bisa menandakan kita tenggelam dalam "gemerlap" media sosial.
c. Terganggu dengan unggahan yang kita lihat
Unggahan mengenai politik atau unggahan yang sifatnya berlebihan yang tampak di beranda kita bisa saja membuat kita kesal.
Atau, kita stres dengan apa yang kita lihat karena menggulir laman beranda terlalu jauh.
d. Panik tidak dapat memeriksa linimasa
Bisakah kita mengikuti rapat atau pergi membeli bahan makanan di toko tanpa kecemasan tidak bisa mengakses media sosial?
Apakah kita tidak sabar menulis tweet atau mengunggah status dan tidak dapat memikirkan hal lain di luar media sosial?
Jika jawabannya iya, maka kita perlu membatasi paparan media sosial.
e. Menggulir media sosial hingga lupa waktu
Satu
studi menemukan, rata-rata orang menatap layar ponsel pintar mereka
sebanyak 2.617 kali sehari, untuk menggulir media sosial, mengirimkan
pesan, dan sebagainya.
Coba tanyakan kepada pasangan atau teman mengenai pendapat mereka tentang kebiasaan kita bermain media sosial.
f. Tidak dapat menikmati hidup tanpa mengunggah sesuatu
Kita tidak dapat lepas dari ponsel saat berada di pernikahan teman tanpa mengunggah gambar acara tersebut.
Kemudian, kita menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa berapa likes yang sudah didapat dari gambar yang kita unggah.
g. Memeriksa media sosial saat bangun dan sebelum tidur
Satu studi menemukan, 80 persen pengguna ponsel pintar memeriksa ponsel mereka 15 menit setelah bangun.
Kebiasaan
ini dikaitkan dengan peningkatan stres dan kecemasan, menyita waktu dan
perhatian, bahkan bisa membuat kita terlambat ke kantor.
Melihat layar ponsel sebelum tidur juga terbukti merangsang otak, sehingga kita lebih sulit untuk tidur.
h. Media sosial tidak terasa menyenangkan
Memiliki akun media sosial dan aktif di dalamnya bukanlah kewajiban.
Platform media sosial dirancang agar menyenangkan, interaktif, dan
sebagai sarana kita untuk terhubung dengan teman dan kerabat.
Jika kita menganggap media sosial tidak lagi menyenangkan, ada baiknya untuk mengurangi paparan media sosial.
Terkadang, linimasa kita berisi semua kegiatan menyenangkan yang dilakukan orang lain.
Kita pun sulit untuk mundur dan menyadari bahwa hidup tidak selalu menarik dan menyenangkan.
"Jika kita tidak berhati-hati, kita bisa terjebak dalam perasaan bahwa hidup kita tidak sebaik hidup orang lain," kata Ehrman.
"Tapi kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di balik itu."
4. Menggunakan media sosial dan ponsel dengan bijak
Ehrman menyarankan, kita perlu memiliki tujuan dalam menggunakan media sosial.
Ia merekomendasikan tips untuk menjaga kebiasaan kita dalam menggunakan media sosial dan ponsel kita, yaitu:
a. Lacak penggunaan media sosial
Unduh
aplikasi atau ubah setelan untuk memberi tahu kita berapa banyak waktu
yang habis dalam bermain media sosial setiap hari atau minggu.
Temukan platform apa yang paling sering kita gunakan dan tetapkan waktu untuk masing-masing platform.
Memiliki batasan waktu akan membantu kita menentukan berapa banyak waktu yang perlu kita kurangi.
b. Jadwalkan waktu untuk melihat media sosial
Tentukan kapan kita bermain media sosial dalam satu hari atau satu minggu.
Sebagai
contoh, tentukan setiap Minggu pagi kita memeriksa akun media sosial
dan melihat apa saja yang dilakukan teman-teman kita.
Atau, kita memutuskan untuk mengecek media sosial selama 10 menit setiap hari saat jam makan siang.
c. Letakkan karet gelang di sekitar ponsel
Trik
ini tidak hanya membuat kita lebih berhati-hati saat menggunakan media
sosial, namun juga membantu kita lebih memikirkan kebiasaan kita bermain
ponsel.
Setiap kali kita menyentuh ponsel, ada penghalang fisik untuk mengingatkan kita agar berhati-hati menggunakannya.
d. Ganti layar kunci dengan gambar atau tulisan tertentu
Sederhananya, kita dapat mengatur tulisan atau gambar sebagai layar kunci (lock screen) ponsel kita.
Pilih kutipan atau gambar yang menginspirasi dan mendorong kita untuk melihat ponsel, bukan hanya saat kita merasa bosan.
Penyedia layanan kesehatan dan kebugaran tidak berhenti berbicara tentang mindfulness atau kesadaran penuh.
Terapkan
mindfulness saat kita menggunakan ponsel dan media sosial, sehingga
kita tidak perlu sering menggulir layar ponsel dan merasakan hidup yang
sebenarnya.
*Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar