Minggu, 09 Mei 2021 18:12:35
Puasa sudah berjalan lebih dari dua minggu. Jika dilakukan dengan benar, seharusnya sudah terlihat atau dirasakan beberapa perubahan dalam tubuh.
Pertama secara fisik, tubuh akan terasa lebih sehat. Adanya pengaturan makan yang lebih disiplin, bisa menyehatkan organ-organ tubuh dan sistem metabolisme.
Seperti diberitakan Kompas.com (15/04/2021), puasa memiliki banyak manfaat, salah satunya menyehatkan jantung dan membantu menurunkan berat badan.
Selain manfaat yang dirasakan secara fisik, ada lagi manfaat psikologis, di mana dikatakan bahwa puasa ternyata juga bisa digunakan untuk meningkatkan kesehatan jiwa. Apa kaitan puasa dan kesehatan jiwa?
Olahraga batin
Menurut Ratna Yunita Setiyani, dosen Progdi S1 psikologi UNISA Yogyakarta, proses puasa dalam hal ini puasa Ramadhan, bukan hanya tentang mengendalikan makan dan minum saja.
Namun juga mengendalikan diri dari emosi, hawa nafsu, dan perbuatan-perbuatan yang tak sesuai kaidah agama.
"Dalam istilah psikologi, pengendalian ini disebut dengan self control," begitu ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (04/05/2021) petang.
Kemampuan menahan diri ini tidak hanya melibatkan akal saja. Namun juga afeksi atau rasa, dan perilaku atau motoriknya.
Ketika dalam sebulan seseorang terbiasa untuk mengendalikan diri, meningkatkan level self control-nya, maka ia sudah memenuhi komponen utama bagi upaya mewujudkan kehidupan jiwa yang sehat.
Menurut Ratna, puasa juga bisa diibaratkan sebagai olahraga batin. Karena manusia yang berpuasa dilatih untuk jujur, disiplin, dan sabar menghadapi beragam godaan.
Indikator sehat secara kejiwaan
Kemampuan mengendalikan diri merupakan indikator dari kesehatan jiwa seseorang. Orang yang sehat secara kejiwaan akan memiliki self control yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa yang ringan maupun berat.
Ketika pengendalian diri terganggu, atau self control berada dalam level sangat rendah, maka akan timbul berbagai reaksi-reaksi patologis secara kognisi atau kemampuan berpikirnya, serta afeksi atau perasaannya.
"Jika ini terjadi, maka akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan diri mereka sendiri (konflik internal), dan juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya," terang Ratna.
Lebih luas lagi, pengendalian diri sendiri merupakan komponen penting bagi kesehatan fisik maupun psikologis.
Orang yang tidak bisa mengendalikan diri dari makan dan minum, akan berujung pada obesitas, diabetes, komplikasi dan lain sebagainya.
Demikian pula jika berbicara soal perilaku, tentang hasrat seksual misalnya. Jika seseorang tak bisa mengendalikan diri, maka ia akan merugikan orang lain dengan pelecehan seksual dan hal-hal buruk lainnya.
"Prinsip puasa, dalam hal ini yang ada kaitannya dengan ibadah, sama persis dengan prinsip penyembuhan pasien gangguan jiwa," ujar Ratna.
Dalam terapi pasien dengan gangguan jiwa, pasien akan dididik dan dilatih untuk jujur, disiplin, sabar, mengendalikan amarah, serta banyak melakukan aktivitas fisik maupun sosial.
"Dengan cara itu, pasien diharapkan bisa menemukan insight atau pencerahan jiwa," ujarnya.
Mengenai hubungan puasa dan kesehatan jiwa ini sudah banyak dibuktikan lewat penelitian dan terapi medis.
Salah satunya adalah yang dilakukan guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moskow, Nicolayev, yang menggunakan terapi puasa untuk beberapa pasiennya.
Terapi puasa ini berjalan selama 30 hari, persis seperti puasa Ramadhan yang dilakukan umat muslim.
Setelah 30 hari, ternyata pasiennya mengalami banyak kemajuan. Gangguan jiwa yang mendera perlahan surut, seiring meningkatnya self control yang tumbuh di diri masing-masing pasien. [lis]
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar